Popular Post

Popular Posts

Recent post

Archive for Maret 2016


Kayanya asik ya hari gini bisa ngeisengin HP Android teman dengan sesuatu yang mengejutkan dan tentunya menarik. Kali ini tim JalanTikus punya tips unik nih agar kamu dapat mematikan HP Android orang lain dari jarak jauh. Tenang, caranya mudah dan tentunya bisa digunakan dengan gratis kok.
Tips ini menggunakan sebuah aplikasi berukuran kecil yang bisa kamu pasang di HP teman yang ingin kamu kerjai. Hanya dengan langkah yang mudah, maka kamu bisa mematikan HP teman kamu tersebut hanya menggunakan SMS. Sudah siap? Mari kita mulai tips Cara Mematikan HP Android Orang Lain Dari Jarak Jauh.
(Perhatian: Tips ini mutlak memerlukan HP Android yang sudah di-root.
Cara Mematikan HP Android Orang Lain Dari Jarak Jauh
  • Langkah pertama, kamu membutuhkan aplikasi bernama Remote Power Off. Ukurannya sangat kecil, hanya membutuhkan space sebesar 300 KB saja. Kamu bisa mendapatkannya melalui tombol download di bawah ini.
Download Remote Power Off
  • Copy dan install aplikasi tersebut di HP Android teman kamu. Aplikasi Remote Power Off ini tidak membutuhkan langkah yang rumit kok. Cukup buka APK-nya, dan install selayaknya aplikasi-aplikasi Android lainnya.remote-power-off-1
  • Buka aplikasi tersebut. Di dalamnya, kamu akan menemukan tiga kolom bertuliskan Enter Current Code,Enter New Code, dan Retype New Code. Perhatikan baik-baik, untuk kolom Enter Current Code, isikan dengan kata null, agar tips ini dapat berhasil.remote-power-off-2
  • Kemudian untuk kolom sisanya, kamu dapat mengisinya dengan kode yang diinginkan, baik itu angka, huruf, ataupun kombinasi keduanya. Di tips kali ini, kita akan menggunakan kode "1234".remote-power-off-3
  • Terakhir, kamu hanya perlu mengirimkan pesan SMS berisikan kode "1234" tersebut (atau kode lainnya yang kamu inginkan) ke HP korban. Apabila SMS tersebut telah sampai ke HP yang telah kamu pasang Remote Power Off, maka HP itu akan mati secara otomatis. Asik kan!remote-power-off-4
Itulah tips untuk mematikan HP Android orang lain dari jarak jauh. Caranya cukup mudah untuk diimplementasikan dan tentunya tidak memberikan dampak negatif ke hardware dari korban yang akan kamu jahili. Selamat mencoba!

Sumber : jalan tikus

Mengetahui password WiFi di Android ternyata bukan hal yang sulit. Jika kamu sudah mengetahui passwordnya, pasti akan mempermudah kamu untuk terkoneksi ke WiFi tersebut dengan perangkat lain.
Perlu kamu ketahui, password WiFi yang akan dibahas pada artikel berikut ini adalah password WiFi yang tersimpan di Android kamu dan WiFi tersebut belum kamu lupakan atau forget.
Mengetahui Password WiFi di Android
Sebelum masuk ke langkah-langkah untuk mengetahui password WiFi di Android. Pastikan Android kamu sudah dalam keadaan ter-root.

Cara Mengetahui Password WiFi di Android

Aplikasi ini berguna untuk kamu yang kehilangan atau lupa password WiFi kamu. Untuk mengetahui password WiFi orang lain dengan Android, JalanTikus akan memberitahunya di artikel selanjutnya.

Sumber: jalan tikus
Keluarga Tercinta
Keluarga…
Anugrah terindah yang pernah aku miliki
Kekuatan doa disaat aku terjatuh
Pemberi semangat dikala aku berputus asa
Berbagai kasih sayang disetiap hembusan nafasku
Kehangatan selalu terlukis dalam setiap kedip mataku
Kesuksesanku yang selalu mereka  banggakan
Harapan selalu terukir dalam setiap barisan doa
Canda tawa takkan pernah pudar termakan waktu
 
Keluarga..
Aku ingin selamanya bersama
Utuh dalam pelukan yang erat
Tak ingin melepas walau hanya satu
Aku sayang kalian, Keluargaku tercinta

Film Pendek Keluarga



Kisah Inspirasi Guru

Pahlawan tanpa tanda jasa
Ialah Guru
Yang mendidik ku
Yang membekali ku ilmu
Dengan tulus dan sabar
Senyummu memberikan semangat untuk kami
Menyongsong masa depan yang lebih baik



Setitik peluhmu
Menandakan sebuah perjuangan yang sangat besar
Untuk murid-muridnya
Terima kasih Guru
Perjuanganmu sangat berarti bagiku
Tanpamu ku tak akan tahu tentang dunia ini
Akan selalu ku panjatkan doa untukmu
Terimakasih Guruku

  • IDENTITAS FILM
Judul Film                          : Soekarno
Sutradara                           : Hanung Bramantyo
Produser                            : Raam Pujabi
Editing                                : Cesa David Luckmansya
Tahun pembuatan          : 2013
Durasi                                 : 150 minutes
·         Pemeran         :
·         Ario Bayu - Soekarno
·         Lukman Sardi - Hatta
·         Tanta Ginting - Sjahrir
·         Tika Bravani - Fatmawati
·         Maudy Koesnaedi - Inggit Garnasih
·         Sujiwo Tejo - Soekemi Sosrodihardjo (Ayah Soekarno)
·         Ayu Laksmi - Ida Ayu Nyoman Rai (Ibu Soekarno)
·         Mathias Muchus - Hassan Din (ayah Fatmawati)
·         Rully Kertaredjasa - Ibu Fatmawati
·         Ferry Salim - Sakaguchi
·         Agus Kuncoro - Gatot Mangkuprojo
·         Stefanus Wahyu - Sayuti Melik
·         Elang - Kartosuwiryo
·         Agus Mahesa - Ki Hadjar Dewantara
·         Hamid Salad - Achmad Soebardjo
·         Hengky Solaiman - Koh Ah Tjun (pedagang China)
·         Ria Irawan - Ceuceu (mucikari)
·         Emir Mahira - Soekarno remaja
·         Aji Santosa - Soekarno kanak-kanak
·         Michael Tju – Hirohito
·         Alur Film           : Alur Maju
·         SINOPSIS
Lahir dengan nama Kusno, dan karena sering sakit diganti oleh ayahnya dengan nama Soekarno. Besar harapan anak kurus itu menjelma menjadi ksatria layaknya tokoh pewayangan - Adipati Karno. Harapan bapaknya terpenuhi, umur 24 tahun Sukarno berhasil mengguncang podium, berteriak: Kita Harus Merdeka Sekarang!!! Akibatnya, dia harus dipenjara. Dituduh menghasut dan memberontak. Tapi keberanian Sukarno tidak pernah padam. Pledoinya yang sangat terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.
Di Bengkulu, Sukarno istirahat sejenak dari politik. Hatinya tertambat pada gadis muda bernama Fatmawati. Padahal Sukarno masih menjadi suami Inggit Garnasih, perempuan yang lebih tua 12 tahun dan selalu menjadi perisai baginya ketika di penjara maupun dalam pengasingan. Kini, Inggit harus rela melihat sang suami jatuh cinta. Di tengah kemelut rumah tangganya,Jepang datang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Berahi politik Soekarno kembali bergelora.
Hatta dan Sjahrir, rival politik Sukarno, mengingatkan bahwa Jepang tidak kalah bengisnya dibanding Belanda. Tapi Sukarno punya keyakinan, Jika kita cerdik, kita bisa memanfaatkan Jepang untuk meraih kemerdekaan. Hatta terpengaruh, tapi Sjahrir tidak. Kelompok pemuda progresif pengikut Sjahrir bahkan mencemooh Sukarno-Hatta sebagai kolaborator. Keyakinan Sukarno tak goyah.
Sekarang, kemerdekaan Indonesia terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945. Di atas kereta kuda, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto berwejang kepada Sukarno muda: Manusia itu sama misteriusnya dengan alam, tapi jika kau bisa menggenggam hatinya, mereka akan mengikutimu. Kalimat ini selalu dipegang Sukarno sampai dia mewujudkan mimpinya: Indonesia Merdeka!
·         Kelebihan
  1. Karakter dan penokohan yang kuat.
  2. Salah satu kekuatan utama dalam film ini adalah detil sejarah yang rinci dan tidak banyak orang tau. Menurut saya film ini berbeda dengan film Indonesia kebanyakan karena disertai dengan riset yang cukup mendalam. Dan hal ini memunculkan kepuasan bagi para penonton yang ingin melihat film ini dari sisi sejarahnya.

  • Kekurangan
  1. Film ini sebagaimana tipikal film-film Indonesia pada umumnya, yakni mudah dimengerti. Alur film ini sangat mudah ditebak apalagi bagi yang mengetahui sejarah Indonesia pada periode kemerdekaan.
  2. Penokohan Sukarno dalam film ini sering digambarkan dalam situasi galau, murung, dan tertekan. Efek penuansaan dalam film ini pun didominasi dengan pencahayaan yang gelap sehingga kesan murung pada sosok Sukarno sebagai tokoh utama semakin terasa. Padahal kita mengenal Sukarno merupakan sosok yang tegas.
  3. Film ini memaksakan sisi romantisme Sukarno secara salah. Film ini mengangkat Sukarno sebagai seorang yang womanizer. Akan lebih baik jika konflik Sukarno-Inggit-Fatma dalam film ini ditiadakan dan hanya fokus dalam pergulatan dalam mendapatkan kemerdekaan.

Resensi Film : Soekarno

Kupilih Jalan Gerilya: Roman Hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman
Judul : Kupilih Jalan Gerilya: Roman Hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman
Pengarang : E. Rokajat Asura
Penerbit : Imania, 2015
Harga : 64.000
Sinopsis : 
“Yang sakit itu Soedirman, Panglima Besar tidak pernah sakit,” ujar Panglima Soedirman ketika Bung Karno menolak ikut gerilya.  Tubuh ringkih itu memilih jalan gerilya, membakar semangat prajurit, membuktikan pada dunia—negara Indonesia tetap ada sekalipun para pemimpin politik telah ditawan Belanda. Air mata Alfiah menderas setiap membayangkan suaminya yang sakit-sakitan mendaki bukit, menembus belantara, mengadang tanah tandus berbatu, menghindari serbuan Belanda tanpa henti. Tapi di balik wajah pucat itu sinar matanya tak pernah berubah—tajam berkarisma, membuat Simon Spoor frustrasi. Operasi pengejaran Soedirman selalu gagal. Saat Soedirman kembali ke Yogyakarta, rakyat menyemut di pinggir jalan menyambut. Air mata jadi saksi bagaimana lelaki kurus pengidap TBC akut itu telah gemilang mempertahankan martabat negeri. Ia berhasil mengusir berbagai aral rintang, tapi tak berhasil mengusir penyakit TBC yang bersarang di tubuhnya. Setelah rongrongan Belanda berakhir, ia pun menghadap llahi, mengembuskan napas terakhir dengan tenang setelah memeriksa rapor putra-putrinya. Langit Magelang menjadi saksi.
“Aku bangga sekali, Bu, sepanjang hidupku Gusti Allah senantiasa memberikan jalan yang sederhana, dekat dengan alam, anak-anak dan rakyat yang hidup dan pikirannya sederhana. Rasanya tugasku sudah selesai. Kalaupun pada akhirnya di-pundut Sing Kagungan, aku rela,” ujar Soedirman sebelum menutup mata.
 Jika Anda berminat silahkan komentar atau hub : 
Fb : Duta Van Einstein
Terima Kasih :)
Buku Jenderal Soedirman, Kupilih Jalan Gerilya; Roman Hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman Design Cover by Yudi Irawan S.Sn Apresiasi terhadap buku ini begitu kentara dari Penulis buku Best Seller Atlas Wali Songo (K.H. Agus Sunyoto) Pak Agus Sunyoto memberikan komentarnya terhadap buku ini, berikut bunyinya. "Sangat menarik. Pengungkapan yang cemerlang antara aktualita, faktualita, politik, sejarah, budaya dan jiwa patriotik melalui bahasa naratif yang komunikatif dan mudah di cerna." pun dengan penulis buku Dalang Galau Ngetwit dan konsep Ngawur Karena Benar (Sujiwo Tejo) "Di dalam buku sejarah, pahlawan adalah orang yang pada akhirnya membosankan. Di dalam roman, pahlawan bisa penuh warna seperti manusia biasa pada umumnya. Begitu pula Kiai Lelonobronto, nama samaran Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam Karya E. Rokajat Asura ini. Kejenakaannya bersama sang adik, Samingan, maupun romantismenya bersama Sang Istri, Alfiah, barulah sebagian warna warni sang gerilyawan dalam karyanya." Ketika Bung Karno menolak ikut gerilya. Tubuhnya yang ringkih dengan menahan sakit paru di dada memilih jalan gerilya, membakar semangat prajurit, dan membuktikan pada dunia bahwa negeri tercinta Indonesia masih ada walau pemimpin politik kita telah di tawan oleh Belanda. Mungkin, inikah skenario yang sudah di buat oleh para pemimpin bangsa kita ketika itu, Bung Karno lebih memilih jalur diplomasi dan Dimas (demikian Bung Karno memanggil) Soedirman memilih gerilya, kontak fisik dengan pasukan Belanda. Ada sebuah percakapan antara Dimas dan BUng Karno yang sangat menyentuh dada dan membuat hati ini tak karuan di buku ini. "Sekarang yang akan memimpin perang itu, Panglima Besar atau Panglima Tinggi?" ujarnya. Bung Karno mengerenyit tapi kemudian tersenyum tenang. "Kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi Dirman, kondisinya sudah begini!". "Siap!" Soedirman menghormat. "Kalau Panglima Tertinggi tidak bisa memimpin, mohon izin Panglima Besar akan memimpin perang gerilya ini!. kau masih sakit, Dirman!". Sergah Bung Karno, nada suaranya meninggi!". Yang sakit itu Soedirman, Panglima Besar tidak pernah sakit," ujarnya. Hiks hiks. Luar biasa dialog yang menggugah rasa nasionalisme ku. Bagaimana mungkin seorang yang sedang sakit, badan ringkih dan di tandu mempunyai Semangat perjuangan dan pengorbanan yang begitu luar biasa, hanya untuk membela tanah air kita tercinta. Hidup matinya hanya untuk Indonesia kawan. Apakah para pejabat negeri kita ini sudah membaca buku-buku sejarah yang menggugah rasa memiliki nusantara ini. apakah mereka yang membuat kebijakan untuk mengelola negeri ini masih bisa berjuang tanpa pamrih, tanpa perduli golongannya. Apakah masyarakat kita termasuk saya sudah menghargai dengan cara perilaku yang membuat bangga nusantara. Aaaaah sudahlah. Kok malah ngelantur. lanjuuuut. Dialog tersebut adalah pembuka dari buku ini yang begitu hidup, mengalir deras dan membakar emosi kita tentang sosok yang sederhana namun gigih dalam memperjuangkan setiap cita-citanya. Dalam sosok Jenderal Besar ini, kita bisa mengambil sebuah pelajaran tentang hidup, kehidupan, romantisme, kegigihan, dan kecerdasan. Pernah suatu ketika di tahun 1934, Soedirman yang tergabung dan memimpin kepanduan Hizbul Wathan Muhammaddiyah cabang Cilacap mengadakan diklat di kaki Gunung Slamet. Memang seru ketika kita curhat di ketinggian atau untuk mengorek sesuatu dari kawan kita, dan itu yang di lakukan Sidik, seorang sahabat Soedirman untuk mengetahui lebih jauh tentang rasa suka Soedirman terhadap Alfiah, putri seorang saudagar batik dan pengurus Muhammadiyah. Dan seperti biasa, seorang yang kasmaran tidak akan menjawab dengan jujur apa yang di rasakannya. udara dingin Gunung Slamet menjadi saksi kegigihan seorang Soedirman yang mampu bertahan, sementara kawan-kawan yang lain turun dan tak kuat menahan teror dingin di Gunung Slamet itu. Hingga azan Subuh berkumandang Soedirman tetap mampu mengalahkan rasa dingin itu. Apa yang di ajarkan oleh Raden Suwarjo Tirtosupono, begitu membekas dalam diri Soedirman. "Susah dan senang menghadapi tantangan alam, berasal dari pikiran kowe sendiri," ujar Raden Suwarjo. Kegigihan yang luar biasa yang akhirnya menjadikan seorang Soedirman mampu mengemban tugas negara dengan briliant. Walau di tandu, walau parunya hanya sebelah yang bekerja, walau tubuhnya ringkih, strategi, kharisma dan wibawanya mampu membuat komando yang begitu tepat dan dahsyat. Sang pejuang gerilya itu pun akhirnya tak mampu melawan penyakitnya. "Aku bangga sekali, Bu. sepanjang hidupku Gusti Allah memberikan jalan yang sederhana, dekat dengan alam, anak-anak dan rakyat yang hidup dengan pikirannya sederhana.Rasanya tugasku seudah selesai, Kalaupun pada akhirnya di pundut sing kagungan, aku rela,"ujar Soedirman Jangan sekali sekali melupakan sejarah kawan. Semoga Seluruh anggota masyarakat Indonesia, para anggota dewan dan pejabat yang membuat kebijakan mampu bersinergi dengan elegant. dan mereka yang mempunyai kebijakan selalu berpihak untuk untuk kebaikan rakyat yang bisa dinikmati oleh rakyat indonesia dan cita-cita luhur para pendiri bangsa kita tercapai. Amiin. Kesederhaan Bung Hatta mungkin bisa di bilang zuhud. Kegemilangan Bung Karno dalam membangun karakter bangsa membuat bangsa kita di segani ketika itu, bahkan Bung karno di nobatkan sebagai pahlawan Islam di Asia-Afrika. ketika Bung Karno berpidato Bung Karno yang fenomenal di depan Sidang Umum PBB XV, 30 September 1960. Pidato itu diberinya judul To Build the World Anew, Membangun Tatanan Dunia yang Baru. Aymara

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/4ym4r4/buku-jenderal-soedirman-kupilih-jalan-gerilya-roman-hidup-panglima-besar-jenderal-soedirman_552aeb6b6ea834f640552d2b

Sebelum 1 Oktober 1965, nama soeharto tidak banyak dikenal atau disebut-sebut orang. Namanya tiba-tiba muncul kepermukaan setelah atas inisiatifnya sendiri sebagai Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) mengambil alih pimpinan Angkatan Darat menyusul aksi penjemputan paksa enam perwira tinggi Angkatan Darat oleh G30S (James Lahulima, 2007 : 39).

Menurut kesaksian kolonel Abdul Latief, sebenarnya Soeharto telah mengetahui rencana penculikan para jendral beberapa hari sebelum 30 September 1965. Kolonel Abdul Latief melaporkan kepada soeharto bahwa dini hari tanggal 1 oktober akan dilancarkan operasi atau gerakan untuk menggagalkan rencana kudeta Dewan jendral. Soeharto ketika itu berada di RSPAD Gatot Soebroto mendampingi putranya Hutomo Mandala Putra (Tommy) yang terbaring sakit. Menurut Abdul Latief, Soeharto tidak melarang atau mencegahnya untuk melakukan operasi "pengambilan" tersebut. Sebelumnya Soeharto juga mendapat informasi dari salah seorang bekas anak buahnya di Yogyakarta bernama Subagyo mengenai Dewan Jendral yang hendak melakukan coup d'etat  terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 5 oktober 1965.

Menurut John Rossa, Soeharto menggunakan G30S sebagai dalih untuk merongrong legitimasi Soekarno sambil melambungkan dirinya ke kursi kepresidenan. Pengambilan kekuasaan negara secara bertahap di bawah selubung usaha untuk mencegah kudeta oleh Soeharto ini disebut kudeta merangkak. Jika bagi presiden Soekarno aksi G30S ini disebut riak kecil di tengah samudera besar revolusi dan peristiwa kecil yang dapat diselesaikan dengan tenang tanpa menimbulkan guncangan besar terhadap struktur kekuasaan, maka bagi Soeharto peristiwa itu merupakan tsunami pengkhianatan dan kejahatan yang menyingkapkan adanya kesalahan yang sangat besar pada pemerintahan Soekarno. Soeharto menuduh Partai Komunis Indonesia mendalangi G30S dan selanjutnya menyusun rencana pembasmian terhadap orang-orang yang terkait dengan partai itu. Tentara Soeharto menangkapi 1,5 juta  labih orang yang dituduh terlibat dalam G30S. Ratusan ribu orang dibantai angkatan Darat dan milisi yang berafiliasi dengannya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dari akhir tahun 1965 sampai pertengahan 1966 dalam salah satu pertumpahan darah terburuk di abad ke-20 (John Rossa, 2008 : 4-5)

Setelah berhasilnya Soeharto menumpas Partai Komunis Indonesia yang dianggapnya sebagai dalang dari peristiwa G30S, nama Soeharto melambung tinggi. Dia dianggap sebagai pahlawan yang muncul dalam krisis kepercayaan yang terjadi pada masa itu. Soeharto berhasil meyakinkan semua pihak bahwa ia bukan jenderal biasa. Ia terbukti mampu mengatasi berbagai komplikasi politik yang bermunculan menyusul peristiwa G30S. Dalam waktu singkat, ia pun berhasil menjinakkan semua lawan politik potensial, sehingga konsolidasi kekuasaan dapat segera diwujudkan. Karenanya, Soeharto bisa diterima semua pihak sebagai pemimpin baru pasca tragedi September 1965.

Rezim Orde Baru dibangun atas dasar peranannya sebagai pemulih tata tertib. Pembantaian yang dilakukan terhadap masyarakat yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S dipakai untuk membentuk citra Orde Lama dipikiran publik sebagai periode kekacauan dan huru-hara. Sehingga terbentuk anggapan bahwa munculnya Orde Baru dan Soeharto sebagai jawaban dan solusi dari peristiwa kelam tersebut. Orde Baru memperalat memori sejarah dengan tidak menonjolkan pembunuhan dalam sejarah resminya untuk mengukuhkan kebsahannya sendiri. Dalam perjalanannya, Orde Baru banyak mengeluarkan versi-versi sejarah yang terjadi dengan menonjolkan sisi kebaikan yang dilakukan pada masanya dan sisi keburukan yang dilakukan oleh rezim Orde Lama serta Partai Komunis Indonesia. Serta memperlihatkan bawah kekacauan yang terjadi pada 1965 merupakan kekacauan yang terjadi akibat kekacauan yang dilakukan oleh Orde Lama dan bukan permulaan Orde Baru.

Pada tahun-tahun awal kekuasaannya, banyak yang mengira Soeharto tidak akan mempertahankan kekuasannya untuk jangka waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, ternyata Soeharto memiliki kemampuan politik yang sangat tinggi (Edward Aspinal, Herbert Feith, dan Gerry van Klinken, 2000 : 3). Baru kemudian disadari, masa jabatannya sudah jauh melampaui Presiden Soekarno, yang ia gantikan setelah lebih dulu memereteli kekuasaannya. Baru belakangan banyak yang terhenyak atas fakta bahwa pemerintahan Orde Baru ternyata salah satu rezim otoriter di dunia yang paling lama berkuasa. Bahkan menjadikan Soeharto sebagai pemimpin di negara Demokratis terlama di dunia.

Untuk mencapai pemerintahan yang begitu lamanya tanpa ada gangguan dari rival politiknya, Soeharto menggunakan beberapa cara terutama kaitannya dengan posisi strategis kepemimpinan yang diisi orang kepercayaannya. Dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintahan Orde Baru mendapatkan dukungan yang sangat besar dari pihak militar yang pada saat itu dikenal dengan sebutan ABRI. Dukungan militer tidak hanya menjadi pemain politik yang utama melainkan juga ikut membangun format politik Orde Baru untuk kemudian aktif mempertahankannya selama lebih dari tiga dekade merupakan basis kekuatan Soeharto selama 32 tahun kekuasaannya. Sehingga ketika masuk ke masa reformasi, barulah disadari hal ini sangatlah tidak fair dan menyalahi aturan yang ada. Tidak sepantasnya ABRI memainkan peran dalam dua tugas yang bertolak belakang, memainkan peran dalam keamanan Negara juga menjadi pucuk pimpinan yang harusnya diambil oleh kalangan sipil. 

Kamampuan Soeharto mengendalikan militer untuk sebagian berasal dari kepiawaiannya memainkan politik mutasi dan pertukaran loyalitas-imbalan secara personal di antara para perwira militer. Bagian terbesar berasal dari keberhasilannya membentuk format politik yang melembagakan peranan formal militer dengan memberik hak-hak istimewa pada perwira militer atas keikutsertaan mereka dalam urusan-urusan politik sipil, sosial, dan ekonomi.

ABRI dalam perpolitikan dilegitimasi oleh kerangka hukum dan ideologi yang diamalkan oleh para prajurit sekaligus melindungi mereka dari kecaman politik karena dianggap tidak absah. Pada masa ini ABRI memiliki peran yang dikenal sebagai "Dwifungsi ABRI" dengan berbagai ketentuan hukum yang mengikutinya. Sehingga ABRI memiliki peran yang sangat besar dalam kancah perpolitikan pada masa Orde Baru ini. Ditangan Soeharto Dwifungsi ABRI dipahami sebagai kekaryaan dengan keterlibatan militer dalam kehidupan politik dan urusan sipil di tantanan birokrasi. Sehingga banyak menteri, duta besar, gubernur, wali kota, dan bupati yang berasal dari kalangan perwira militer baik masih aktif maupun sudah pensiun.

Selain itu, birokrasi sipil juga tidak terhidar dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto untuk ikut aktif dalam dunia perpolitikan. Birokrasi rezim Soeharto berfungsi melayani kepentingan pembuat keputusan. Perilaku hanya untuk melayani dan melanggengkan kekuasaan Soeharto dan menempatkan kepentingan masyarakat pada prioritas yang lebih rendah karena tidak merasa ada keterkaitan dengan masyarakat. Yang kemudian Soeharto berhasil memanfaatkan barisan militer dan birokrasi sipil sebagai mesin politiknya. Pembentukan Korps Pegawai Republik Indonesia melalui asas monoloyalitas telah mengikat pegawa negeri setia kepada Golongan Karya. Apalagi dengan adanya Peraturan Menteri 12 dan PP No. 6/1970 melarang pegawai Negeri termasuk ABRI didalamnya terlibat dalam kegiatan partai Politik dan menuntut adanya loyalitas tunggal terhadap pemerintah. Ini berarti dalam setiap pemilu yang dilakukan pada masa Orde Baru, Golkar selalu mendapatkan dukungan yang sangat besar dan menempati wakil-wakilnya yang sangat banyak di dalam parlemen.

Kebijakan selanjutnya dalam mempertahankan kekuasaannya, Soeharto mengeluarkan kebijakan agar partai-partai politik melakukan fusi pada tahun 1973. Hanya ada dua partai sebagai perwakilan dari Nasionalis (PDI) dan agamis (PPP) ditambah Golkar yang sudah diketahui sebagai mesin politik pemerintah. Dengan adanya fusi partai tersebut, intervensi militer terhadap partai politik sangatlah besar. Hal ini dilakukan guna tidak akan terjadinya pembangkangan dan oposisi dalam proses politik di parlemen.

Sementara itu, potensi masyarakat sipil sebagai kekuatan koreksi dan pengontrol terhadap kekuasaan pemerintahan ditumpulkan dan dikebiri melalui pembentukan organisasi-organisasi perwakilan elemen masyarakat tunggal. Bahkan bila dipandang perlu, para purnawirawan militer ditempatkan sebagai ketua organisasi kemasyarakatan. Dan Apabila terjadi perkumpulan tanpa ijin dari militer dan pemerintah, hal ini akan dianggap makar dan akan ditangkap oleh pihak militer.

Selama Orde Baru berkuasa telah terselenggarakan enam kali pemilu, yaitu pemilu 1971, pemilu 1977, pemilu 1982, pemilu 1987, pemilu 1992, dan pemilu 1997. Keberkalaan pemilu yang dilakukan selama lima tahun sekali, kecuali pada pemilu 1977 ini secara formal merupakan suatu prestasi yang luar biasa. Apalagi dengan adanya tingkat partisipasi hampir mendekati 90 persen setiap pelaksanaan pemilu.

Dalam pemilu yang dilakukan Orde Baru, selalu dimenangkan oleh Golkar. Hal ini tidak lepas dari peran Militer dan birokrasi sipil yang sudah dijelaskan dibagian atas tadi. Karena hal tersebut, melahirkan sistem kepartaian yang hegemonik. Golkar begitu sangat dominan, dan partai lain serasa hanya sebagai pelengkap dan formalitas belaka. Peranan parta-partai politik dibuat seminimal mungkina dalam pembentukan pendapat umum. Partai-partai tersebut hanya menjadi partai kelas dua dan sekedar diberi lisensi dengan tujuan agar Golkar tetap menjadi pemenang dalam setiap pemilu dan tetap berkuasa. Sehingga mayoritas parlemen yang berasal dari Golakar, membuat Soeharto selalu memenangkan pemilihan Presiden setiap diadakan pemilihan presiden di MPR.

Pada masa Orde Baru kata "Pembangunan" menjadi semacam ideologi baru yang dikampanyekan oleh para pejabat dan memberikan legitimasi tindakan rezim Orde Baru Soeharto untuk membedakannya dengan Orde Lama Soekarno. Seiring dengan propaganda  tentang pentingnya mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam semua aspek kehidupan sosial-politik. Pada rezim ini Pancasila diposisikan sebagai antitesis terhadap semua bentuk ajaran marxisme-leninisme yang sepenuhnya dilarang. Pembangunan sepenuhnya dipandang sebagai sebuah cara yang paling benar untuk mengimplementasikan Pancasilan dan setiap orang di negeri ini wajib untuk mendukungnya. Seseorang bisa saja ditangkap dan dipenjarakan dengan tuduhan "anti-Pancasila" atau "anti-Pembangunan" yang menjadi jargon politik yang efektif untuk menghabisi lawan-lawan politik rezim dengan cara otoriter. (Syamsul Hadi, 2005 : 159-160).

Soeharto berada pada puncak kekuasaannya di pertengahan era 1980-an. Tak ada keputusan yang berdampak cukup luas dapat diambil tanpa persetujuaanya. Legitimasinya sebagai penyelenggara pembangunan perekonomian pun semakin kuat saat menyurutnya ancaman keambrukan perekonomian akibat anjloknya harga minyak. Pertumbuhan ekonomi maju pesat di bawah rezim Soeharto, tetapi pada saat yang sama Indonesia menjadi salah satu negara paling korup di dunia dengan elite kecil sebagai penjarah kekayaan negara. Ini merupakan sebuah paradoks perkembangan ekonomi  terjadi di negara yang digerogoti korupsi dan praktek rent-seeking yang massif, sistematis dan endemik yang seharusnya mengganggu bekerjanya ekonomi pasar secara substansial. Soeharto belajar dari kegagalan rezim Soekarno yang berahir dengan kekacauan ekonomi.

Dalam kebijakannya di bidang ekonomi, Soeharto mempnyai hubungan dekat dengan para pengusaha Tionghoa untuk memobilisasi modal yang besar, keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan berbagai proyek dan perusahaan baru. Di bawah rezim Orde Baru hubungan dengan mereka sangat baik melalu kerja sama untuk mengembangkan berbagai proyek pembangunan yang selalu didengungkan oleh pemerintah.  Pada masa ini investor-investor asing berduyun-duyun masuk ke Indonesia dengan sambutan terbuka dari pemerintah Orde Baru. Hal ini tidak terlepas dari dibukanya kran Investasi asing yang dibuka oleh pemerintah Soeharto, yang sebelumnya di larang oleh rezim Soekarno dengan disusunnya UU investasi asing pada tahun 1967. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya peristiwa Malari pada 15 Januari 1974 sebagai protes terhadap kontrol dan kepemilikan asing di Indonesia.

Setelah melewati kejayaan ekonomi pada tahun 1966 sampai 1996 yang disokong oleh stabilitas politik.  Krisis Asia dan Dunia pada akhir 1990-an menghantam Indonesia secara mengejutkan. Hanya sedikit ahli yang memprediksikan bahwa krisis tersebut juga akan terjadinya di Indonesia. Yang kemudian membuat pemerintah berpaling kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk melakukan konsultasi dan mendatangkan sebuah paket penyelamatan pada 31 Oktober 1997 karena tidak mampu mengatasi krisis tersebut.

Krisis ekonomi ini yang kemudian membangunkan "macan tidur" yang bagi pemerintah tidak pernah diduga, yaitu gerakan mahasiswa yang menemukan momentumnya . Mahasiswa mulai bergerak dengan tuntutan awalnya penurunan harga. Isu ekonomi tersebut yang kemudian berkembang secara politis dan berkembang untuk menurunkan presiden Soeharto sekaligus pencabutan dwifungsi ABRI.

Setelah maraknya gerakan mahasiswa di pertengahan mei 1998, gerakan berubah arah menjadi kerusuhan. Ribuan gedung terbakar, ratusan manusia terpanggang dan tewas seketika. Ratusan penduduk asing meninggalkan Indonesia. Sementara penduduk WNI non pribmi berada dalam kondisi yang sangat ketakutan akibat teror dan kekerasan tidak ubahnya seperti sedang berlangsungnya sebuah perang sipil. Para pendudukan keturunan Tionghoa menjadi pelampiasan dari para perusuh yang menganggap bahwa mereka sebagai dalang dan penguasan perekonomian di Indonesia selama ini.

Tewasnya empat mahasiswa pada 12 mei 1998 menjadi sumbu yang meledakkan suasana. Ketika Presiden Soeharto kembali ke Jakarta dari Kairo pada 15 Mei pagi hari, Jakarta dalam keadaan perang saudara. Seruan agar ia turun datang dari berbagai penjuru. Setelah mencoba dengan sia-sia untuk memulihkan wewenangnya, presiden Soeharto mengaku kalah pada 21 Mei 1998. Presiden memilih jalan konstitusional dengan mengacu pada pasa 8 UUD 1945, ia menyatakan tidak sanggup lagi menjalankan tugasnya sebagai presiden dan menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie (Lambert Giebels, 2005 : 258-261).


Berita pengunduran diri Soeharto segera menjadi berita dunia. Berbagai media menggambarkan bahwa seorang politis besar dunia era Perang Dingin telah turun takhta. Untuk pertama kalinya selama 32 tahun, Indonesia harus tumbuh tanpa dipimpin oleh Soeharto lagi. Kejadian ini sungguh dramatis. Tiga bulan sebelumnya, tak ada pengamat politik yang paling optimis sekalipun membanyangkan Soeharto akan turun dari kekuasaannya secepat ini. Begitu banyak manuver politik di Indonesia terjadi di luar dugaan. (Denny J.A, 2006 :20)

Oleh : Syamsul Arifin (Syamsul008)

Pasang Iklan

- Copyright © Duta Irama - Devil Survivor 2 - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -